Saturday, April 14, 2007

Kematian Clifft Masih Misteri

BANDUNG - Kampus Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) atau yang sebelumnya dikenal dengan STPDN (Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri) kembali diliputi tragedi. Clifft Muntu, 20, pradja II asal Manado, Sulawesi Utara (Sulut), diketahui meninggal dunia saat dilarikan ke RS Al Islam dini hari pukul 24.00 kemarin.

Penyebab kematiannya pun masih simpang-siur. Hingga kemarin petang, jenazahnya masih diotopsi. Pejabat yang mengotopsi pun belum bisa membeberkan penyebab kematian secara pasti. Apakah Clifft korban penyiksaan kakak seniornya seperti kasus yang pernah terjadi di kampus tersebut beberapa tahun lalu? Hingga kemarin sore, polisi belum bisa menyimpulkan apa-apa. Penyelidikan masih dilakukan.

Clifft dibawa ke RS Al Islam (RSAI) pukul 24.00 kemarin oleh empat rekan seniornya. Pihak RSAI sempat memeriksa keadaan Clifft. Namun, sayang, ketua pradja kontingen Sulut itu sudah meninggal. "Diperkirakan korban sudah meninggal tiga jam sebelum dibawa ke sini (RSAI, Red)," kata Benny Benardi, dokter jaga RSAI yang pertama menangani Clifft. Benny lantas mengusulkan agar jenazah Clifft diotopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.

"Waktu itu saya sudah merekomendasikan untuk diotopsi agar ketahuan penyebab kematiannya," tambahnya kepada wartawan di RSAI kemarin.

Namun, usul itu ditolak beberapa rekan Clifft yang membawa ke RS. Pihak RSAI kemudian menghubungi Polsek Jatinangor terkait masalah tersebut. "Saya diberi tahu oleh pihak rumah sakit jam satu malam dan langsung meluncur," ujar Kapolsek Jatinangor AKP Bashori. Dengan kedatangan polisi, beberapa pradja IPDN masih menutup keterangan terkait kematian rekannya itu. "Bahkan, saat kami mau minta keterangan mahasiswa itu, mereka malah minta surat izin. Kan lucu?" tambah Kapolsek.

Pukul 03.00, jenazah Clifft dikremasi dan disembahyangkan di kamar jenazah. Dua jam kemudian empat pradja keluar dari RSAI dan menuju Yayasan Pelayanan, Pemakaman, dan Kremasi (YPK) Bumi Baru, Jalan Holis No 131, Bandung. "Subuh-subuh sekitar jam empat datang empat pria meminta satu peti jenazah dan mobil ambulans untuk dikirim ke Al-Islam," jelas Maman, pegawai YPK.

Menurut rencana, beberapa senior korban dan Pembina Kontingen Sulut Prof Dr Lexie Groth serta bibi korban, Ny Rudi Ponki, memberangkatkan jenazah Clifft ke Manando. Namun, rencana itu digagalkan pihak kepolisian. Sebab, banyak kejanggalan dalam kasus tersebut. "Saya tahan dulu karena ada kejanggalan dan ini harus diotopsi," jelas Kapolsek Jatinangor AKP Bashori.

Pukul 08.00 kemarin, beberapa wartawan cetak maupun elektronik mulai bermunculan di RSAI. Sementara itu, pradja senior yang berjaga-jaga selalu menghalangi wartawan saat mengambil gambar. Beberapa wartawan pun terkena perlakuan kasar saat meliput. "He, jangan ngambil gambarnya. Udah, pergi aja!" teriak salah seorang pradja senior sambil membanting pintu ambulans.

Pukul 08.38, jenazah diberangkatkan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, untuk diotopsi. Setibanya di RSHS, jenazah tidak langsung diotopsi. Jenazah Clifft baru diotopsi pukul 11.30. Namun, hingga petang kemarin belum ada kejelasan terkait kematian korban. "Saya tidak berwenang membeberkan hasil otopsi karena yang berwenang ialah pihak penyidik dari polisi," ujar Kepala Forensik RSHS dr H Noorman Herryadi SpF SH. "Hasil keseluruhannya baru bisa diketahui seminggu kemudian," jelas Noorman.

Berdasar data yang dihimpun Radar Bandung (Grup Jawa Pos), Clifft diduga meninggal secara tidak wajar. Sebab, banyak kejanggalan yang ditemukan. Apalagi, prosesi pemeriksaan di RSAI terkesan ditutup-tutupi. Hal itu dikuatkan dengan adanya darah yang keluar dari kepala bagian belakang. Bercak darah itu terlihat saat petugas forensik memindahkan jenazah dari peti ke ruang otopsi. Di bantal bekas kepala jenazah itu tertinggal bercak darah merah yang mengental.

Karena Ikut Drumben di Luar Jadwal?

Sebelum meninggal dunia, menurut informasi yang diterima Radar Bandung, Clifft ikut latihan drumben Selasa malam lalu sekitar pukul 22.30. Sebenarnya, saat itu bukan jadwal untuk latihan drumben. Jadwal yang telah disusun berlangsung setiap Senin, Rabu, dan Jumat pukul 15.00-17.30.

"Kami mengakui kecolongan. Seharusnya pihak akademisi dapat mengendalikan kegiatan mahasiswa yang harus mereka jalani sesuai jadwal resmi. Namun, banyak di antara praja mencuri-curi waktu, bahkan hingga tengah malam, untuk melakukan aktivitas di luar jadwal resmi tersebut," kata Kepala Bagian Pengasuhan IPDN Ilhami Bisri SH kemarin siang di gedung Bhinneka Nara Eka Bhakti IPDN.

Karena itu, untuk selanjutnya, pihaknya akan lebih teliti lagi mengenai jadwal istirahat yang dijadikan kegiatan mereka atas inisiatif sendiri.

Teguran terhadap praja yang beraktivitas di luar jadwal sebenarnya sudah sering dilakukan. Setelah ada kejadian hingga menelan korban jiwa itu, kata dia, pihaknya akan memanggil unit-unit terkait untuk mencegah agar kejadian itu tak terulang lagi.

Dalam waktu dekat, tim investigasi segera dibentuk. Jika terbukti ada yang bersalah (senior/pelatih) akan ditindak sesuai aturan berlaku.

Informasi yang berkembang di seputar kampus yang berada di Jatinangor itu menyebutkan, praja Clifft asal Manado tewas karena sakit liver. Dari tanda-tanda ketika jatuh pingsan Selasa malam itu, terlihat wajahnya pucat dan menguning serta bibirnya pecah.

Clifft, praja berpostur tinggi 172 cm dan berbadan kekar itu, sangat aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Tiga kegiatan bergengsi dan tergolong elite, seperti drumben, pataka, dan polisi praja, menjadi makanan kesehariannya.

Saat mengikuti latihan fisik drumben, bersama sekitar 100 orang temannya, tidak ada tanda-tanda akan terjadi koma pada Clifft. Karena itu, setelah jatuh, terlebih dahulu dia dibawa ke barak DKI untuk mendapatkan pertolongan pertama.

Menyadari kondisi Clifft tambah membahayakan, dia dilarikan ke Rumah Sakit Al-Islam dengan mobil pribadi.

Kasubag Administrasi Pradja IPDN Endang Tri Setiasih mengatakan, Clifft tergolong sosok praja ulet dan baik. "Dia (Clifft) semestinya dalam tahap pemulihan penyakit lever akut oleh tim medis IPDN. Cuma memang dia tergolong praja yang merasa lebih mampu beraktivitas over dan tidak mau kalah dengan penyakitnya," tutur Endang kemarin siang di ruang kerjanya.

Menurut guru besar IPDN Prof Lexi Giroth, orang tua korban menganggap tewasnya Clifft suatu musibah dan tidak menuntut pihak mana pun, termasuk akademisi.

Bantah Sakit Liver

Dari Manado dilaporkan, keluarga Clifft membantah soal penyakit liver. Hal itu disampaikan Noldy A. Muntu, ayah Clifft.

Menurut Noldy, untuk bisa lolos ke IPDN, banyak tes yang harus dilalui Clifft. Salah satu di antaranya adalah tes kesehatan. "Jika diperiksa mempunyai penyakit dalam, otomatis calon gugur. Ini membuktikan bahwa anak kami tidak mengidap penyakit liver karena dia lolos seleksi," kata Noldy, didampingi istrinya, Sherly A. Rondonuwu. (gie/cr-11/ily/jpnn)


http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=279096

Depdagri Terus Usut Kasus Seks di STPDN

Mana yang namanya berakhlak dan berbudi luhur? Ini artikel dari sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1104/09/0104.htm

Depdagri Terus Usut Kasus Seks di STPDN

BANDUNG, (PR).-
Isu tindakan asusila dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh praja IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) mendapat tanggapan dari Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (Depdagri).

Dalam siaran pers yang diterima "PR", Senin (8/11), disebutkan kasus tindakan asusila, pelecehan seksual yang dilakukan oleh praja dan pemukulan yang dilakukan oleh pengasuh saat ini sudah ditangani oleh Inspektorat Jenderal Depdagri.

Di dalam surat yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Penerangan Depdagri, Drs. Ujang Sudirman, atas nama Sekretaris Jenderal Depdagri ditegaskan, pihak Depdagri maupun IPDN tidak akan menolerir tindakan pelanggaran disiplin di sekolah kedinasan yang ada di lingkungan Depdagri, baik itu pelanggaran disiplin, perkelahian, tindak kekerasan, tindak asusila maupun tindak pidana.

Berkaitan dengan kasus tindak asusila yang dilakukan empat nindya praja IPDN di sebuah hotel di kawasan Kemang Jakarta, dijelaskan bahwa pihak IPDN telah melakukan pemeriksaan terhadap empat praja tersebut. Bahkan, juga dilakukan pemeriksaan secara medis oleh poliklinik IPDN di Jakarta dan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.

Sebagai tindak lanjutnya, demikian tertulis, kasus tersebut telah ditangani dan didalami oleh Inspektorat Jenderal Depdagri untuk memudahkan penjatuhan hukuman disiplin praja, sesuai dengan Peraturan Kehidupan Praja (Perdupra) IPDN, Kepmendagri No. 19 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Selain itu, juga dijelaskan oleh Depdagri, dua pengasuh yang melaporkan pelanggaran disiplin tersebut bukan dipecat, melainkan tidak aktif lagi sebagai pengasuh karena yang bersangkutan sudah habis masa tugasnya.

Mengenai dugaan kasus pelecehan seksual terhadap dua wanita muda praja oleh seorang purna praja yang sedang menempuh pendidikan di Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD), pihak Inspektorat Jenderal Depdagri juga sudah turun tangan. Kasus tersebut kini sedang dalam tahap pendalaman dan pemeriksaan.

Sedangkan untuk kasus pemukulan yang dilakukan oleh pengasuh kepada praja, Depdagri menjelaskan, kasus tersebut sudah diproses dan pelakunya sudah dikenakan sanksi disiplin.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pelecehan seksual, tindakan asusila dan pemukulan yang terjadi di IPDN mencuat pada saat upacara pelantikan Muda Praja IPDN Angkatan XVI Tahun Akademik 2004-2005. Seorang sumber dari kalangan internal IPDN yang membeberkan tiga peristiwa itu kepada wartawan.

Sumber "PR" tersebut mengatakan, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang purna praja terhadap dua wanita muda praja itu sebenarnya sudah diketahui oleh lembaga IPDN.

Namun, demikian sumber tersebut mengatakan, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan antara pelaku dengan orang tua korban. Sumber tersebut juga mengatakan, pelaku pelecehan seksual itu sudah mendapatkan sanksi dari MAPD sebagai tempatnya belajar, dengan tidak diizinkan mengikuti ujian sesuai jadwal.

Akan tetapi, ketika dikonfirmasi, Senin (8/11), kalangan pejabat IPDN sendiri masih belum mau berkomentar. Pelaksana Tugas (Plt) Rektor IPDN, Dr. Sudarsono mengatakan belum mendapatkan laporan tentang kasus itu.

Ketika ditanya sanksi seperti apa yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku pelanggaran, Sudarsono mengatakan tidak berkompeten menjawab pertanyaan itu dan mempersilakan "PR" untuk bertanya kepada Ketua STPDN/Plt Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, I Nyoman Sumaryadi. Namun hingga berita ini diturunkan, I Nyoman Sumaryadi belum dapat dihubungi karena telefon selulernya tidak aktif.

Salinan BAP

Sementara itu, dari Sumedang dilaporkan, Kepolisian Resort (Polres) Sumedang, akhirnya menindaklanjuti dugaan kasus cabul yang dialami dua gadis muda praja Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor.

Sebagai langkah awal, Senin (8/11), anggota polisi berangkat ke STPDN untuk memintakan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sempat dibuat di intern lingkungan kampus kedinasan itu.

Kapolres Sumedang AKBP Drs. Yoyok Subagiono, S.H.,M.Si., menugaskan dua anggota reskrim untuk memintakan salinan BAP yang diduga sempat "ditutup" dan kini menjadi opini publik itu. Kasus cabul dua gadis saat masih calon praja (capra) itu diduga dilakukan oleh purna praja yang sedang menempuh Program Magister Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD) di STPDN.

Sumber petugas di Mapolres Sumedang mengakui, kasus tersebut belakangan memang telah menjadi opini publik, karena sempat diangkat sejumlah media massa. Hanya, dalam kasus tersebut polisi tidak dapat bergerak seketika layaknya penanganan kasus pidana murni atau tindak pidana umum.

Pasalnya, kasus cabul merupakan delik aduan, dan sejauh ini kejadian tersebut belum pernah dilaporkan secara resmi ke Polres Sumedang. Kalaupun sempat di BAP, itu hanya dilakukan untuk kepentingan internal lembaga.

Kapolres Sumedang, Yoyok Subagiono, S.H.,M.Si., saat dikonfirmasi, membenarkan, pihaknya berusaha proaktif dalam menyikapi persoalan yang diangkat media massa itu, Untuk langkah awal, telah menugaskan anggotanya berangkat ke STPDN untuk memintakan salinan BAP kasus tersebut.

"Tadi siang kita tugaskan anggota untuk meminta salinan BAP. Sejauh ini, kita belum tahu kronologis kejadian maupun kebenaran kasus itu. Jadi kita akan pelajari dulu isi BAP itu," katanya, kemarin sore.

Menurut Yoyok, setelah materi dalam salinan BAP itu dipelajari dan kasus itu benar adanya, langkah selanjutnya, pihaknya akan menyarankan korban untuk melaporkan kejadian itu ke polisi. "Kita akan pastikan dulu dari BAP, kalau kasus itu benar-benar terjadi. Kalau sudah pasti dan jelas, langkah selanjutnya akan kita sarankan korban untuk melapor. Karena, kita tidak bisa memproses tanpa laporan dari pihak korban," ujarnya.

Namun, polisi yang ditugaskan ke STPDN, diduga mengalami kesulitan mendapatkan salinan BAP, karena kampus STPDN sudah diliburkan dan akan masuk kembali bulan Januari 2005 mendatang. Hingga petang kemarin, dua anggota yang ditugaskan ke STPDN, belum juga kembali ke mapolres.

"Sampai sekarang anggota kita belum kembali. Memang, untuk mendapat salinan BAP itu, harus bisa bertemu dengan Pak Wahidin (Humas STPDN-red)," ungkap Kasat Reskrim, AKP Ahmad S. Ridwan, saat dihubungi petang kemarin.

Diperiksa bagian vitalnya

Seperti diberitakan sebelumnya, kedua gadis muda praja berinisial Mar dan Rik (saat itu masih calon praja/capra), itu, berasal dari sebuah provinsi di Pulau Sumatra. Sedangkan pelaku yang diduga melakukan cabul terhadap dua gadis itu, yakni Sof yang juga PNS di provinsi asal daerah korban.

Sof yang purna praja dan telah mengenal situasi dan medan kampus STPDN, memanggil dua korbannya itu dan memperkenalkan diri dengan nama Edi Purwanto. Saat itu, Sof mengaku menerima perintah dari Kepala Biro Kepegawaian Pemda asal kedua korban untuk memeriksa kesehatan fisik kedua gadis itu sebelum mengikuti Latsarmil di Pusdikter Cimahi.

Kasus cabul itu terjadi pada hari Minggu awal Oktober 2004, di salah satu ruangan poliklinik STPDN. Dengan dalih pemeriksaan fisik itulah, kedua korban diminta melucuti seluruh pakaiannya. Kedua korban, dengan reaksi ketakutan namun tidak dapat menolak seniornya tersebut.

Saat itu diperiksa secara khusus oleh tersangka di ruangan poliklinik yang sedang sepi. Pemeriksaan itu pun, kemudian dilakukan pada dua bagian tubuh paling vitalnya yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh petugas dengan jenis kelamin yang sama.(A-83/A-132/A-98)***

Setelah Membunuh Lagi

Serius ini datang dari lubuk hati gw yang paling dalam. Gw ini bukan orang birokrat, bukan orang yang berpendidikan tinggi, kalau orang-orang bilang kelakuan gw mines, tapi terus terang aja tidak ada keinginan bagi gw untuk menyiksa orang dan membunuh orang. Gw baru sadar ini si anjing boroknya kenapa pejabat pemerintah daerah itu memang tidak ada kwalitasnya. Nah, ini apalah namanya gw kagak ngerti, alumni ipdn ngemeng:

SATYA ABDI PRAJA

1. Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Berakhlak dan berbudi luhur
3. Tangguh
4. Cerdas dan Profesional
5. Patriotik
6. Disiplin
7. Kreatif, Produktif dan Efisien

yang artinya:

SATYA ABDI PRAJA (nggak ngerti, gw orang bodo)

1. gimana bisa iman, bisa taqwa kalau membunuh
2. bohong besar kalau berakhlak dam berbudi luhur
3. tangguh dalam menyiksa, membunuh orang
4. cerdas dan profesional kalau boongin publik
5. gaya lu patriotik?
6. disiplin menjilat pimpinan?
7. kreatif apanya? produktif apanya? dan efisien apanya?

Sumpah gw kesel banget sama ini sekolah, setelah biaya sekolah pake duit orang, eee... menjadi pembunuh malah difasilitasi segala sama pemerintah. mau jadi apa?